Brokeback Mountain (Testimony)

Sabtu, 12 Juli 2014 0 komentar


Sekitar tujuh tahun lalu, kira-kira saat saya masih duduk di bangku kelas dua SMA, saya sempat menemukan film bertema qw. Kalau tak salah waktu itu saya menemukannya melalui sebuah situs qw. Karena pada waktu itu akses internet tak sebebas seperti ketika saya kuliah di kampus dan memang tak terlalu tertarik karena berfikir mungkin kisahnya tak jauh-jauh beda dengan alur love story pada umunya, saya pun tak berniat menontonnya. Terlebih film yang tidak umum itu tentu tak banyak yang memiliki. Hingga akhirnya beberapa waktu yang lalu seorang teman saya yang terlibat diskusi tentang qw dengan saya, mengaku memiliki film tersebut. Karena memang sudah tak punya film menarik lagi, akhirnya saya copy dan nikmati saja film itu.
Saya cuek saja saat teman saya mengatakan film itu membosankan. Settingnya hanya obrolan saja. Tapi sebagai pecinta film horror mockumentary (film horror semi dokumenter yang terlalu banyak bicara daripada klimaknya) saya siap-siap saja menerima resiko membosankan itu. Justru film-film mocku yang bagi orang lain terasa membosankan bagi saya sangan dalam maknanya. Karena sebuah klimaks tidak tampil melalui scene-scene action saling pukul atau jerit-tangis air mata. Tapi melalui kedalaman alur dan lisan para tokohnya.
Lalu bagaimana dengan Brokeback Mountain (selanjutnya disingkat BBM). Ternyata mengecewakan. Saya menyesal meluangkan banyak waktu hanya untuk menontonnya. Ya, menyesal. Menyesal mengapa tak dari jauh-jauh terdahulu saya menontonnya. Menyesal karena setelah menontonnya saya pun merasa perlu membaca dan mendapatkan novelnya. Hal paling menyesal terutama karena hingga tulisan ini saya buat dampak psikologisnya bagi saya pribadi terlalu dalam.
Uhuuu.... Seperti apa, sih film BBM ini. Tulisan kali ini saya tak akan secara detail memaparkan ringkasan alur ceritanya (sinopsis) tapi lebih kepada mereview nilai psikologis yang dibawa oleh film ini.
BBM awalnya merupakan cerita yang ditulis oleh Annie Proulx. Diterbitkan pada tanggal 13 Oktober 1997 di majalah The New Yorker, dan kemudian diterbitkan di antologi cerpennya “Close Range”. Sutradara Gus Van Sant dan Joel Schumacher (keduanya gay) semula tertarik untuk menyutradarai film ini, tapi akhirnya justru jatuh ke tangan Ang Lee (yang heteroseksual). Dari artikel seseorang yang saya baca, menilai bahwa film yang diadobsi dari sebuah karya tulis ini berbeda dari film-film lainnya karena benar-benar persis seperti cerita aslinya. Saya pun sepakan setelah membaca novel terjemahannya yang saya dapatkan dari seorang Jakarta melalui tokobagus.com. Berbeda dari kebanyakan film adobsi yang rata-rata sangat mengecewakan karena tak mampu menyamai scene secara totalitas berdasar karya tulis aslinya.
BBM tak hanya memanfaatkan konsep dan alur ceritanya yang tragis. Tapi dengan cerdas menghipnotis penontonnya melalui latar tempat dan suasana dari pegunungan provinsi Alberta, Canada, yang memukai. Tak jauh berbeda dengan cerita tertulisnya, film ini banyak memaparkan keindahan alam yang ada. Dengan teknik pengambilan gambar yang tepat penonton akan benar-benar dapat merasakan hembusan angin yang menyapu debu-debu jalan di bawah trailer, menikmati kesejukan aliran sungai yang mengalir tenang hingga memantulkan bayangan puncak gunung yang bersalju, aroma rerumputan yang hijau segar, serta embun dan sinar matahari pagi yang selembut kapas.













Ini adalah cerita yang dimulai dari pertemuan Annis Del Mar (dipernakan oleh Heath Ledger) dan Jack Twist (diperankan oleh Jake Gyllenhaal) saat mereka secara kebetulan bekerja menggembala domba bersama. Kecelakaanpun terjadi, tidak dijelaskan bagaimana bisa tiba-tiba Jack mengajak Annis bercinta dan bahkan Annis pun menghendakinya. Hubunganpun berlanjut. Walau membuat kerja mereka menjadi lengah tapi mereka menikmati kebahagiaan mereka sendiri. Hingga akhirnya mereka harus berpisah ketika tugas menjaga domba dihentikan lebih cepat karena badai.
Ini benar-benar tragis. Dimana ketika perasaan antara mereka benar-benar telah kuat tapi mereka harus berpisah. Lagi-lagi Aang Lee sang sutradara mengekspose sebuah kalimat dari perang perasaan dua tokoh yang jelas-jelas saling mencintai, memiliki perasaan yang sangat dalam tapi harus berpisah, dan seakan-akan mereka telah bersepakan untuk bungkam satu dengan yang lainnya. Seakan perasaan mereka saat itu cukup diwakili dengan kalimat (BBM Novle):
“Well, see you around, I guess.”The wind tumbled an empty feed bag down  the street until it fetched up under his truck.
“Right,”said Jack, and they shook hands, hit each other on the shoulder, then  there was forty feet of distance between them and nothing to do but drive  away in opposite directions.
Dalam novel terjemahannya diartikan:
“Well, kurasa kita akan ketemu lagi kapan-kapan.” Angin meniup kantong makanan kuda yang kosong sehingga jatuh ke jalan dan tersangkut di bagian bawah truk.
“Ya,” sahut Jack, dan mereka berjabat tangan, saling meninju bahu, kemudian terasa ada jarak yang terentang lebar di antara mereka, sehingga tidak ada yang bisa mereka lakukan selain pergi menjauh ke arah berlawanan.
Tak ada kalimat lebih berani yang bisa mereka ungkapkan. Walau masing-masing dari mereka sama-sama merasakan sesuatu yang sangat tidak nyaman. Bahkan tak lama setelah itu, Annis merasakan sesuatu yang sangat tidak nyaman mengganggu tubuhnya. Melanjutkan paragraf di atas, Hetih Rusli sekali lagi menerjemahkan kalimat dalam novel tersebut menjadi:
Tidak lama kemudian Ennis merasa seakan isi perutnya ditarik keluar perlahan-lahan, sedikit demi sedikit. Dia berhenti di tepi jalan, dan dalam serbuan salju yang baru turun dia berusaha muntah tapi tidak ada yang keluar. Belum pernah dia merasa seburuk ini dan butuh waktu lama hingga perasaan itu hilang.
Setelah empat tahun berpisah, Ennis menerima surat yang menyatakan bahwa Jack akan mengunjunginya. Bahkan dipertemuan pertama setelah perpisahan inilah hubungan mereka telah diketahui oleh Alma, wanita yang dinikahi oleh Ennis sejak ia pulang dari menggembala domba terdahulu. Sejak itu pula Ennis dan Jack secara rutin bertemu (kencan). Beralasan untuk memancing bersama, mereka menghabiskan waktu untuk berpacaran satu dua kali dalam setahun.
Ada sebuah scene yang penting bagi saya. Saya berharap kaum qw bisa memahami maknanya. Yaitu ketika Jack mengutarakan keinginannya untuk dapat hidup bersama Ennies. Namun Ennies memiliki pendapat yang berbeda. Ia tetap menganggap hubungan mereka sebagai sesuatu yang tidak bisa diterima dalam masyarakat dan tetep ingin dapat menjalani kehidupan berkeluaraga mereka masing-masing secara normal. Ennies bersama istri dan dua putrinya dan Jack bersama istri dan putranya. Mereka tetap rutin bertemu selama beberapa tahun hingga akhirnya Alma meminta untuk diceraikan.
Untuk yang kesekian kalinya Ennies mengirimi Jack surat untuk memastikan kembali pertemuan mereka. Namun bukan balasan yang ia dapat, pihak pos justru mengembalikan suratnya dengan cap DECEASED (MENINGGAL DUNIA).
Ini adalah sebuah klimaks yang benar-benar menghentak. Tak ada alur yang bisa membuat penonton mengira bahwa Jack akan mati. Kecuali hubungan Ennies dan istrinya, semuanya alur berjalan wajar. Alur yang sangat runcing.
Klimaks lainnya juga terasa saat Annis berkunjung ke rumah orang tua Jack. Ia diizinkan untuk melihat kamar kekasihnya itu. Disanalah ia mendapati bajunya yang ia pikir telah hilang saat di Brokeback dahulu. Dalam karaya terjemahannya dideskripsikan demikian:
Kemeja itu tampak berat sampai Ennis melihat bahwa di balik kemeja itu ada kemeja lain, lengan kemeja di bagian dalam diselipkan dengan hati-hati di dalam lengan kemeja Jack. Kemeja di dalam itu ternyata kemeja kotak-kotak miliknya, yang dia pikir telah hilang dulu ketika dicuci, kemeja kotornya, dengan saku robek dan kancing-kancing yang hilang, ternyata dicuri oleh Jack dan disembunyikan di sini di dalam kemeja Jack. Sepasang kemeja itu seperti dua kulit yang menyatu, satu di dalam yang lain, berdua bersama. Ennis menempelkan wajahnya pada kain kemeja itu dan menghirup udara perlahan-lahan melalui mulut dan hidungnya, berharap bisa mencium sedikit aroma asap dan pepohonan di gunung serta bau keringat Jack yang khas, namun tidak ada aroma apapun di sana, cuma ada kenangan, kenangan kuat masa-masa di Gunung Brokeback yang hanya tersisa pada benda yang sedang di pegang Ennis di tangannya.
Ini adalah salah satu adegan terkuat yang paling saya ‘benci’. Penonton yang benar-benar menikmati alur kisahnya akan benar-benar paham, betapa perasaan orang yang telah ditinggal oleh kekasihnya, kini yang ia dapati adalah baju miliknya dan milik kekasihnya itu. Ini menunjukkah bahwa sejak awal Jack telah serius akan perasaannya hingga ia berfikir harus menyimpan barang dari orang yang dicintainya secara sembunyi-sembunyi.
Diiringi alunan instument gubahan Gustavo Santaolalla yang (sekali lagi) membuat saya merasa wajib mengoleksi album soundtrack film ini. Terutama instrument The Wings yang (seingat saya) digunakan sebanyak dua kali, terutama di bagian akhir cerita. Benar-benar alunan gitar yang bisa membuat Kamu mabuk kepayang. Terlebih jika mengingat scene yang ternyata menimbulkan banyak pertanyaan bagi para penonton.
BBM ditutup dengan sebuah kalimat Annis Del Mar dengan mata berkaca-kaca yang menyatakan:
“Jack, I swear -- “
(“Jack, aku bersumpah –“)
Adegan terakhir ini yang membuat saya benar-benar shock, tapi tidak bisa mengeluarkan air mata. Adegan di mana Annis memandangi baju miliknya yang diselipkan di dalam baju kekasihnya yang telah tiada itu (diselipkan berlawanan dari saat ia menemukannya di kamar Jack). Bersanding dengan sebuah kartu pos bergambar gunung Brokeback. Kalimat terakhir yang bahkan setelah saya membaca buku terjemahannya pun belum memahami maksud dari kalimat ini secara eksplisit. Namun demikian tetap terasa kedalaman maknanya. Banyak pendapat tentang kalimat terakhir ini. Kamu pun pasti punya pemahaman tersendiri bila telah menikmati filmnya.
Cast:
  • Heath Ledger as Ennis Del Mar
  • Jake Gyllenhaal as Jack Twist
  • Randy Quaid as Joe Aguirre
  • Michelle Williams as Alma Beers Del Mar
  • Anne Hathaway as Lureen Newsome Twist
  • Linda Cardellini as Cassie Cartwright
  • Anna Faris as Lashawn Malone
  • David Harbour as Randall Malone
  • Roberta Maxwell as Mrs. Twist
  • Peter McRobbie as John Twist

  • Kate Mara as Alma Del Mar Jr.

Beberapa kesan yang dapat saya tangkap dari film tersebut diantaranya:
1.      Homoseksualisme bisa timbul dari hubungan yang berawal dari nafsu, pun pada awalnya tidak memilki kecenderungan tertarik pada sesama. Hal ini dapat dipengaruhi oleh situasi dan kondisi yang ada.
Maka dari itu, jika kita mulai merasa sikon mulai cenderung ke arah tersebut segera dihindari.
2.      Orang yang telah terlibat dalam homoseksualisme masih memilki kecenderungan tertarik pada lawan jenis. Sehingga ini bisa dijadikan modal untuk lebih memperbaiki diri.
3.      Mengubah orientasi seksual memang tidak mudah dan akan bertahan bahkan meningkat bila dibiarkan berlanjut.
4.      Menjadi seorang SSA tetap harus menghargai kondisi budaya yang ada. Terlebih saat hidup kita telah memilki ikatan dengan orang lain (istri, sahabat, atau keluarga dekat), maka wajib bagi kita menjaga perasaan dan hak mereka. Kondisikan diri kita agar bisa tetap menjalankan kewajiban kita.

Tulisan pendukung:
Brokeback Mountain. from Close Range: Wyoming Stories. by Annie Proulx
Brokeback Mountain. Gunung Brokeback. 2006. Annie Proulx. Terjemahan Hetih Rusli. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

0 komentar:

Posting Komentar

 

©Copyright 2011 YP's Blog | TNB